andre raditya

TENTANG QODHO' PUASA DAN FIDYAH, MANA YANG UTAMA

Ini adalah pertanyaan terfavorit emak emak kalau sudah mau Ramadhan. Markibah. Mari Kita Bahas.

dan semoga ini jadi ilmu buat kawan-kawan.

Alhamdulillah puji syukur kepada Alloh ta’ala.. karena sampai hari ini, masih ada nafas segar untuk dihirup dan iman islam di dalam hati.. Sholawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah Sholallahu’alaihi wassalam.

Bismillah..

Karena banyak sekali pertanyaan seputar masalah Qodho’ Puasa dan Fidyah. Maka hari ini, kita ngaji singkat tentang bab ini.

Siapa yang harus Qodho’? dan siapa yang harus bayar Fidyah??

Ini adalah pertanyaan terfavorit emak-emak kalau sudah mau Ramadhan. Markibah, mari kita bahas.

Insyaallah saya coba susun jawabannya dengan cara yang mudah dipahami. Melalui urutan kerangka berpikir agar paham. Semoga tidak bingung lagi.


KERANGKA PERTAMA -> DALIL

Siapa yang boleh tidak puasa??

Pertama,

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)

*Kedua*

“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari *wanita hamil dan menyusui. (HR. An Nasai no. 2274 dan Ahmad 5/29


KERANGKA KEDUA -> PEMAHAMAN CARA MEMILIH HUKUM

Lihat ayat 184 al baqoroh di atas. Maka secara hukum urutan poin ayat di atas adalah:

1. Keadaan yang boleh tidak puasa.

2. Mengganti Puasa yang dtinggalkan di hari lain.

3. Keadaan yang berat, maka bayar fidyah.

4. Anjuran berpuasa agar kita tahu itu yang lebih baik.

Lihat ya urutannya..

Jadi, ketika kita sedang tidak bisa berpuasa, dengan alasan yang dibolehkan. Maka opsi pertama di kepala adalah jangan langsung pingin bayar Fidyah.

Tapi qodho’ puasa dulu, ganti puasa di waktu lain. Dari 4 poin di atas, anjuran Qodho ada 2 kali. Lihat poin nomer 4. Seolah Alloh pingin ngasih tahu kita dengan lembut, bahwa puasa itu lebih baik daripada mikirnya bayar fidyah. Sebab buat yang punya duit, ini jadi urusan remeh.

Orang sekarang, karena menyepelakan hukum atau karena ketidaktahuan, terkadang menggampangkan dengan menganggap kalau sudah Fidyah selesai.


KERANGKA KETIGA -> SIAPA YANG HARUS QODHO’ PUASA?

Orang yang dikenakan qadha’ puasa adalah orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa, wanita hamil dan menyusui apabila berat untuk puasa, seorang musafir, juga wanita yang mendapati haidh dan nifas.

Saya menambahkan agar mudah dipahami dengan kalimat begini. Semua keadaan yang memberatkan puasa, tetapi memiliki batas waktu atas kondisi yang memberatkan tersebut. Artinya akan ada waktu dimana ia tidak memiliki kondisi (udzur) itu. Maka lebih diutamakan ia melakukan Qodho’ Puasa.

• Musafir, ada batas waktunya. Kapan? Kalau dia sudah sampai ke tujuan atau sudah kembali ke tempat tinggalnya.

• Hamil dan menyusui, ada batas waktunya. Sampai pada ketika tidak hamil dan tidak menyusui.

• Orang sakit?? Nah ini perlu dilihat sakitnya. Jika sakitnya bukan sakit menahun yang berkepanjangan. Misal hanya sakit di masa pemulihan, dan ketika nanti pulih tidak memberatkannya puasa. Maka ia wajib Qodho’ Puasa.

⚠️*Catatan Khusus*, ⚠️“Bagaimana dengan ibu hamil? Apakah kalau sudah Qodho’ masih harus bayar fidyah?”

Untuk ini saya utarakan dulu pendapat ulama, baru saya akan sampaikan mana yang saya ikuti.

Menurut Imam Nawawi rahimahullah, para ulama dalam masalah qadha’ dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui memiliki empat pendapat.

1. Dari golongan Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair berpendapat bahwa boleh keduanya tidak puasa dan ada *kewajiban fidyah, namun tidak ada qadha’* bagi keduanya.

2. Dari golongan ‘Atho’ bin Abi Robbah, Abu Hanifah, Ats Tsauri, Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, dan ulama Zhahiri berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa namun *harus meng-qadha’, tanpa ada fidyah*.

3. Diantaranya Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa, namun *wajib menunaikan qadha’ dan fidyah sekaligus*.

4. Adalah pendapat Imam Malik bahwa wanita hamil boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ tanpa ada fidyah. Namun untuk wanita menyusui, ia boleh tidak puasa, namun harus meng-qadha’ sekaligus membayar fidyah.

 

Saya pribadi memilih pendapat keempat. Kawan-kawan boleh memilih pendapat yang menurut antum kuat, dengan catatan tahu ilmunya. Kalau bertanya ke saya. Inilah jawaban saya.

“Sebab hamil dan menyusui adalah keadaan tertentu yang dimungkinkan di waktu lain ia kembali bugar untuk bisa berpuasa.” Dan fidyah yang dibayarkan sebagai kafarat atas keadaan lemah bayi yang sifatnya tidak terulang di masa menyusui.

Sedangkan mewajibkan hanya menunaikan fidyah saja bagi wanita hamil dan menyusui tidaklah tepat. Ibnu Qudamah berkata, “Wanita hamil dan menyusui adalah orang yang masih mampu mengqadha’ puasa (tidak sama seperti orang yang sepuh). Maka qadha’ tetap wajib sebagaimana wanita yang mengalami haidh dan nifas. Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 184 menunjukkan kewajiban fidyah, namun itu tidak menafikan adanya qadha’ puasa karena pertimbangan dalil yang lain.  … Imam Ahmad sampai berkata, “Aku lebih cenderung memegang hadits Abu Hurairah dan tidak berpendapat dengan pendapat Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar yang berpendapat tidak wajibnya qadha’.” (Al Mughni, 4: 395)

Kesimpulan Yang saya Ambil.

️ Pilih Qadha’ puasa dulu di waktu lain. Namun jika ternyata sampai masuk lagi ke bulan ramadhan tahun depannya, maka bayar Fidyah. Dan tetap wajib Qadha.


KAPAN MELAKSANAKAN QODHO’ PUASA?

Qadha’ Puasa Ramadhan boleh dilaksanakan kapan saja di luar ramadhan. Bahkan Ibunda ‘Aisyah radhiallahu’anha pernah menunda qadha’ puasanya  sampai bulan Sya’ban. Dengan catatan ada udzur atau alasan yang kuat. Bukan menunda karena menganggap enteng. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146)

Dan Qodho’ puasa tidak harus berurutan. Boleh loncat-loncat harinya, yang terpenting jumlahnya sesuai dengan hari yang ditinggalkan. Boleh juga berurutan. (Sesuai HR. Daruqutni dan Ibnu Umar)


BAGAIMANA JIKA MASUK RAMADHAN BERIKUTNYA TAPI QODHO’ BELUM SELESAI??

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu memfatwakan, mereka yang menunda Qodho’ sampai masuk ramadhan berikutnya. Terhitung sudah berdosa. Dan baginya ada denda atau kafarat yaitu memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan dan tetap harus meng-Qodho’ puasanya.


BAGAIMANA JIKA BELUM QODHO SI FULAN MENINGGAL??

Ada 2 pendapat..

Pertama, ahli warisnya memberi makan orang miskin/ fidyah. (HR. Tarmidzi)

Kedua, bahwa yang menggantinya adalah ahli waris. (HR. Bukhari Muslim dari Aisyah)


BERAPA BESARAN FIDYAH?

Banyak ragam pendapat. Karena takut kepanjangan. Saya simpulkan matengnya.

Besarannya relatif, jumhur ulama menyepakati bahwa besaran makan adalah sesuai dengan kadar makanan yang kita makan setiap harinya. Rata-rata antara min. 0,6kg-2,8 kg makanan.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 10 Tahun 2022 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp50.000,-/hari/jiwa.

Daerah lain ya menyesuaikan saja.


BOLEHKAH FIDYAH DENGAN UANG?

Saya sudah bertanya ke beberapa ulama fiqh terkait ini di masa belajar, dan sebagian besar membolehkan mengacu pada keadaan sekarang. Sebab, sebenarnya, kalau mau ikut kaidah asli tentang fidyah ya harus masak dan mengundang fakir miskin. Di zaman sekarang itu tidak memungkinkan karena banyak faktor. Maka mengganti dalam bentuk uang merupakan ijtihad yang diperbolehkan.


KAPAN BAYAR FIDYAH??

Selama masa di bulan ramadhan. Boleh satu hari satu hari.. boleh juga dikumpulkan dalam satu hari untuk seluruh fidyah yang hendak dibayarkan.

Demikian ringkasan tentang Qodho dan Fidyah. Banyak yang tidak saya tuliskan karena takut terlalu panjang. Mengingat ini sudah mendekati akhir Ramadhan. Maka Tulisan ini harus selesai dibaca saat ini. Jika ada perbedaan pendapat, silahkam ambil yang antum paling sreg saja dengan ilmu.

Salam,

Andre Raditya

Founder Nasi Jumat Indonesia

Sumber : Kajian Kamis Andre Raditya Edisi 204, tanggal 17 Maret 2022

“Hai orang orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

(QS. Al Baqarah : 183).

Facebook Comments